Oleh : Salma Shakila
(Analis Muslimah Voice)
Menteri Agama (Menag), Fachrul Rozi memastikan Indonesia tidak akan memberangkatkan calon jamaah haji 1441 H walaupun Arab Saudi membuka layanan ibadah haji untuk tahun ini. Keputusan ini menegaskan keputusan Menag soal pembatalan pemberangkatan calon jamaah haji Indonesia yang diumumkan pada tanggal 2 Juni 2020, kemarin.
Menurut Menag langkah ini diambil sudah melalui kajian yang mendalam. Pembatalan pemberangkatan diputuskan dengan berbagai pertimbangan diantaranya enggan mengambil risiko yang mengancam keselamatan calon jamaah haji. Selain itu Indonesia dinilai tidak akan mampu memberangkatkan calon jamaah haji dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi Covid-19 untuk menghindari penyebaran Covid-19.
Pemerintah menilai jika tetap memberangkatkan calon jamaah haji maka akan dibutuhkan tambahan biaya yang cukup besar untuk biaya tes kesehatan yang ketat ditambah dengan tambahan waktu karantina 14 hari di Indonesia dan 14 hari di Arab Saudi. Padahal jika berangkat, menurut perencanaan kloter pertama akan diberangkatkan tanggal 26 Juni 2020. Selain itu masalah transportasi, pemondokan, catering yang masih belum dikondisikan karena Arab Saudi belum juga membuka layanan haji tahun ini.
====
Arab Saudi sendiri dalam berbagai berita belum memutuskan apapun. Hanya telah disampaikan kepada berbagai negara kemungkinan besar akan ada pemangkasan kuota calon jamaah haji dari perbagai negara hingga 20%. Pemerintah Saudi sendiri masih akan memberikan nilai simbolis terkait jumlah jamaah haji untuk berbagai negara.
Memang urusan haji yang begitu kompleks ini sulit sekali diurusi negera yang tersekat-sekat dalam 'nation state' atau negara bangsa. Urusan haji menjadi sangat ruwet karena kaum muslim tersekat-sekat. Berbeda jika diurusi oleh Daulah Khilafah Islam.
Pemerintah Indonesia sendiri terkesan enggan direpotkan mengurusi ibadah haji tahun ini. Hal ini terbaca dengan terburu-burunya Menag ketika mengumumkan pembatalan tanpa melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan DPR. Pertimbangan keuntungan pun dipilih, yaitu dengan secara cepat memutuskan untuk meminjam dana haji yang direncanakan untuk keberangkatan tahun ini untuk pemulihan nilai tukar rupiah akibat wabah Covid-19.
Itu belum dana haji yang lain yang dititipkan rakyat pada pemerintah sebagai bukti daftar menjadi calon jamaah haji. Daftar tunggu ibadah haji di Indonesia bisa mencapai 30 tahun. Jika dihitung jumlahnya bisa mencapai ratusan Trilyun. Dana ini sejak tahun 2014 sudah digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Dan tahun ini sampai-sampai dana untuk keberangkatan tahun ini pun dipinjam. Lantas kemana dana haji yang lain?
Apakah kondisi negara sungguh sangat memprihatinkan sampai-sampai dana haji yang akan terpakai di tahun itu juga ikut dipinjam? Mengapa dana-dana umat yang seharusnya tidak dipakai untuk bisnis semua diembat? Adakah jaminan dana haji tahun ini akan dikembalikan tahun depan dengan pengembalian yang amanah sehingga tidak mengganggu keberangkatan haji tahun 2021? Semuanya masih menjadi rasa was-was melihat cara kerja pemerintah yang salah kelola.
Pembatalan pemberangkatan haji tahun ini juga mengkorfirmasi lemahnya pemerintah Indonesia dalam membedakan mana jamaah yang sehat dan mana yang sakit. Bukankah jika itu jamaah sehat, tidak masalah jika jamaah tersebut menunaian ibadah haji.
Selain itu perlu disadari pembatalan keberangkatan akan menambah daftar panjang antrian calon jamaah haji asal Indonesia. Padahal sebenarnya ibadah haji adalah ibadah yang membutuhkan tubuh yang sehat dan kuat. Tentu ini akan menjadi masalah jika daftar tunggu semakin panjang. Usia para calon jamaah haji semakin renta saja ketika tib saatnya melaksanakan ibadah haji.
====
Dalam Daulah Islam paradigma yang digunakan dalam mengurusi urusan haji adalah paradigma mengurusi urusan jamaah haji dengan baik dan amanah bukan paradigma merepotkan atau tidak, merugikan atau menguntungkan. Apalagi terpikir untuk urusan haji ini menyertakan perhitungan bisnis.
Urusan haji terbukti dengan handal diurusi oleh Khilafah Islam. Ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang kelima tidak pernah ada terpikir untuk meremehkan apalagi mengambil keuntungan.
Prinsip administrasi yang sederhana, cepat, dan profesional oleh Daulah Islam. Pada masa Khilafah Usmani, dimana transportasi belum secanggih sekarang Daulah membangun stasiun kereta yang menghubungkan antara Istambul - Damaskus - Madinah. Selama jalur perjalanan dibangun titik-titik sentral yang sangat memudahkan jamaah ketika perjalanan. Logistik pun tersedia secara melimpah. Tak ada sedikitpun niatan untuk mengambil keuntungan dari jamaah. Karena perjalanan haji adalah ibadah yang bersifat wajib. Dan penuh kesungguhan dalam pengurusannya.
Wallahu alam.[]