Oleh Dyan Ulandari
PSBB (Pembatasan Sosial Besar-Besaran) untuk menghindari penyebaran wabah covid-19 akan segera diberhentikan. Beberapa waktu kedepan pemerintah akan memberlakukan New Normal atau New Normal Life.
Istilah New Normal (Tatanan Baru atau Normal Baru) sebelumnya digunakan dalam konteks ekonomi. Yakni situasi pasca krisis ekonomi (2007-2008) dan resesi global (2008-2012) yang di saat itu harus ada kesediaan untuk menggunakan aturan baru dalam jangka waktu cukup panjang. Kini diadopsi ulang dalam rangka "penyelamatan" ekonomi di tengah pandemi covid-19 melanda dunia sudah berbulan lamanya.
New normal secara umum berarti tatanan atau tata cara baru ketika melaksanakan serangkaian aktifitas dalam jangka waktu cukup panjang. Dalam hal penyelamatan ekonomi di tengah berlangsungnya pandemi covid-19 ini diartikan dibukanya lagi aktifitas sosial ekonomi masyarakat dengan himbauan sesuai protokoler kesehatan dengan sejumlah syarat dan ketentuan.
/Mengapa New Normal?/
Tentu bukan tanpa alasan penguasa segera menyiapkan untuk New Normal. Banyak pengusaha sudah tak sabar ingin membuka bisnisnya lagi lantaran didera rugi karena berhenti atau minimal minim operasi, penghasilan kian menyusut, sektor riil dan non riil anjlog karena minimnya daya beli serta berkurangnya kepercayaan pasar.
New normal ini dicanangkan oleh WHO dan PBB sebagai 'solusi' atas ancaman ekonomi di seluruh dunia. Tentunya terdapat syarat dan ketentuan bagi sebuah negara sebelum mengaplikasikannya.
Negara-negara kampiun kapitalisme dan persatuan mereka telah gagal hadapi pandemi wabah dengan cepat. Sedangkan langkah awal untuk lockdown/karantina wilayah yang pasti membutuhkan tanggungan penuh negara tak akan terpikirkan.
Alhasil, akhirnya New Normal jadi pilihan. Yang artinya, masyarakat harus berjuang sendiri dalam penghidupan di tengah pandemi.
New Normal atau New Normal Life dengan segenap resikonya menjadi keniscayaan atas penerapan ekonomi berbasis kapitalisme. Ekonomi berbasis riil dan non riil ini sudah tak berdaya sebelum datangnya wabah. Terlebih ketika sekian waktu dilanda pandemi wabah, sudah bisa dipastikan bakalan mandeg dan kian terpuruk.
/Indonesia Belum Siap, Berbahaya Jika Dipaksakan/
Tak hanya Eropa, Indonesia pun tak ketinggalan ikut mengimplementasikan New Normal. Tentu hal ini juga karena alasan ekonomi.
Indonesia bersiap menghadapi era normal yang baru atau new normal pada kondisi pandemi virus Corona (COVID-19). Hal tersebut diharapkan akan kembali menggerakkan kegiatan perekonomian yang laju pertumbuhannya sempat terpuruk di kuartal I-2020, yaitu hanya 2,97%. (m.detik.com, 27/5/2020)
Padahal di sejumlah syaratnya saja belum terpenuhi. Banyak pihak menilai jika negeri ini terlalu terburu-buru dan terlalu menyepelekan resiko wabah gelombang kedua.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari. (m.merdeka.com, 25/5/2020)
New Normal dengan segenap resikonya menjadi pilihan atas penerapan kepemimpinan kapitalisme. Di masa pandemi yang belum usai bahkan sebagian negara belum mencapai puncak kurva, hal ini ditengarai semakin memperparah keadaan.
Dalam kondisi wabah belum reda, terlebih tidak siap. Hal ini berarti penguasa menerapkan herd immunity. Diam-diam kebijakan batil ini dijalankan. Agar tak keluar banyak materi atau uang untuk keperluan rakyat, seleksi alam jadi pilihan. Siapa yang imunnya kuat dia akan menang melawan virus, siapa yang lemah dibiarkan saja mengalah. Saat ini saja tenaga kesehatan sudah kewalahan, apalagi jika New Normal dilaksanakan.
/Kritikan dan Herd Immunity/
New Normal dan Herd Immunity tak lepas dari sorotan dan kritikan. Tentu saja, selama manusia masih punya akal sehat dan rasa manusiawi.
Bagaimana tidak, dengan New Normal manusia yang sejatinya harus dilindungi dari virus, justru kali ini diminta berdamai hidup berdampingan dengan ancaman penularan makhluk tak kasat mata ini. Riset mendalam terkait virus ini belum didapat, vaksin yang diperkirakan akan lama ditemukan, maka protokoler kesehatan yang dicanangkan seyogyanya belum maksimal mencegah sebaran virus. Mengingat angka infeksi masih tinggi dan bertambah.
World Health Organization (WHO) mengecam konsep herd immunity sebagai obat mengatasi virus corona Covid-19. Lembaga kesehatan ini menyebut konsep ini berbahaya. "Manusia bukan herds (kumpulan ternak)," kata Direktur Eksekutif Program Kesehatan WHO, Dr Mike Ryan, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Senin (18/5/2020). (www.cnbcindonesia.com, 18/5/2020)
Negara adidaya hari ini tak berdaya, negeri-negeri kecilpun tak ubahnya hampir sama. Hal ini menunjukkan betapa gagalnya pengurusan ummat dalam sistem kapitalisme. Hingga hari ini perbincangan, diskusi, dan wacana tak jauh-jauh dari covid-19 dan penyelesaiannya. Namun kita sendiri melihat, tak signifikan hasilnya. Ujung-ujungnya, rakyat diminta hidup berdampingan dengan corona.
/Akibat Kepemimpinan Abnormal/
Kepemimpinan atau kekuasaan harusnya menjadi perlindungan dan naungan. Namun apa yang terjadi hingga hari ini dikala sistem kapitalisme memimpin dunia, terbukti tak seperti itu adanya. Negara besar hingga berkembang pun lebih mengutamakan kebijakan untuk korporasi dibanding kesehatan dam keselamatan berjuta nyawa rakyatnya yang lemah.
Dengan New Normal Life maka sama saja sudah memberlakukan herd immunity. Padahal herd immunity banyak dikecam para ahli dan berbahaya.
Hal itu menunjukkan kebijakan kepemimpinan yang abnormal. Pertama, New Normal dengan herd immunitynya menunjukkan pemimpin mengambil pilihan yang tak manusiawi. Kedua, pemimpin membiarkan rakyatnya berjuang sendiri melindungi diri dari virus yang menjadi pandemi ini bahkan merelakan hidup berdampingan. Artinya penguasa lepas tangan dari tanggung jawabnya mengurus kebutuhan dan melindungi keselamatan nyawa rakyat.
/Kepemimpinan Islam Kala Wilayah Diserang Wabah/
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الإِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ...
" Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai... ".
Jika terjadi atau ada bagian wilayah yang terkena wabah, maka negara yang dipimpin oleh khalifah akan menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan syariah. Hal pertama adalah segera karantina wilayah atau lockdown seperti yang diperintahkan rasul.
Rasul bersabda jika kita mendengar kabar suatu wabah, maka harus menjauh bak lari dari kejaran singa. Serta jika berada dalam wilayah wabah dilarang keluar dari wilayah tersebut. Warga yang sakit dan sehat harus dipisahkan tempatnya.
Saat karantina pun tak dibiarkan begitu saja. Wilayah yang dikarantina diisolasi agar tak ada interaksi berbahaya antara yang sakit dan yang sehat.
Rakyat yang sakit diobati dan mendapat perawatan hingga sembuh. Begitu juga untuk kebutuhan individu rakyat yang berada di wilayah karantina, semua ditanggung penuh oleh negara.
Wilayah luar karantina juga tetap bisa melakukan aktifitas normal seperti biasanya. Dengan begitu hak masyarakat yang sakit terpenuhi, begitu juga hak yang sehat tetap terjaga.
Untuk pembiayaan terdapat pos khusus dari baitul mal yang memang dialokasikan untuk penanganan musibah yang menimpa masyarakat, termasuk bencana wabah. Maka dengan izin Allah khilafah tak akan mebiarkan warganya berjuang sendiri melawan virus apalagi hidup di tengah ancaman wabah.
_Wallahua'lam bisshowab_