Annisa Nurul Zannah
Empat orang Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang meninggal dan dilarung ini beritanya semakin mencuat. Karena adanya dugaan praktik ekploitasi didalamnya, yang membuat publik merasa miris. Tak hanya itu, sebanyak 14 ABK meminta perlindungan hukum saat berlabuh di Busan, Korea Selatan.
Menurut Sukamta, ABK yang meninggal ini bekerja di kapal Long Xin 629 milik China. Ia juga menyebut ada kejadian yang mengarah kepada modern slavery. Terindikasi diantaranya seperti buruh kontrak, pekerja paksa dan perdagangan manusia. (9/5/2020)
Menurut perkiraan lembaga The Walk Free Foundation dalam Global Slavery Index, tahun 2017 ada 40 juta orang yang mengalami perbudakan modern. Sukamta juga berpendapat bahwa tidak menutup kemungkinan para TKI Indonesia yang bekerja sebagai ABK di kapal asing mengalami tindakan yang tidak manusiawi. Termasuk para TKI yang bekerja di pabrik dan perkebunan juga mengalami nasib yang serupa. Mulai dari jam kerja yang mencapai 18 jam sehari hingga gaji yang sangat minim.
Hal ini merupakan cerminan nasib malang para TKI yang bekerja diluar negeri dan refleksi dari keboyotan pemerintah dalam melakukan tindakan investigasi, guna mencari tahu sekaligus memberikan rasa tanggung jawab dan keamanan bagi para TKI yang lain. Jelas, kejadian ini membuat masyarakat khususnya yang bekerja sebagai TKI menjadi risau. Sebab tak ada yang menaungi keselamatan mereka dalam bekerja, jika pemerintahnya saja sudah lalai dalam memberikan pengayomannya.
Bukan tanpa alasan, kasus seperti ini akan terus terjadi jika pemerintah kurang bersikap tegas dan serius dalam menyikapinya. Dilihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai TKI ini, membawa harapan besar agar bisa memperbaiki kualitas perekonomiannya. Maka sangat wajar, jika masyarakat bertanya-tanya mengenai upaya apa saja yang sudah dilakukan pemerintah. Khususnya BNP2TKI yang dinilai lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap penempatan para TKI yang hendak bekerja.
Sebenarnya kasus ini tidak akan mungkin terjadi apabila negara memberikan jaminan hidup yang sejahtera terhadap rakyatnya. Namun sepertinya hal tersebut sangat tidak mungkin bisa dirasakan apabila negara masih berada dalam haluan system kapitalisme. Karena dalam system kapitalisme ini, penguasa lebih mementingkan urusan pribadi yang bersifat menguntungkan, dibanding dengan nasib rakyatnya yang semakin hari semakin tak karuan. Harapan tersebut hanya bisa terealisasikan apabila hidup dibawah pemerintahan islam saja. Bukan yang lain. Karena dalam pemerintahan islam, tak akan ada kasus dimana penguasa mengatasnamakan rakyat demi mementingkan urusan pribadi. Semuanya berjalan atas dasar kepentingan umat. Hingga tujuan yang sebenarnya dapat terwujud, yakni kemaslahatan yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat yang hidup dibawah naungan system pemerintahan Islam.[]