Karpet Merah Untuk TKA Cina, Peran Siapa?


Oleh: Puji Ariyanti
(Pemerhati Generasi)

Selama pandemi Covid-19 pemerintah telah membatasi masyarakat Indonesia yang akan bepergian ke daerah dengan menetapkan larangan mudik untuk semua kalangan, nyatanya di Sulawesi Tenggara (Sultra) dikabarkan telah memberi izin masuk sebanyak 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China untuk bekerja di perusahaan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), Kabupaten Konawe. (Warta Ekonomi.co.id 1/5/2020).

Anggota DPD-RI Dapil Sultra, Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan menegaskan: menolak kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA). "Saat ini, pemerintah kita harusnya fokus penanganan pandemi Covid-19, abaikan yang bisa menimbulkan polemik," ujar Rabia,  Minggu (3/5/2020).

Kementerian Ketenagakerjaan pun mengaku tidak bisa menolak kedatangan 500 tenaga kerja asing tersebut, yang telah diajukan dua perusahaan nikel. Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi, menyampaikan hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia.(WartaEkonomi.co.id 7/4/2020)

Keterlibatan pejabat terhadap longgarnya kebijakan tenaga kerja asing dipastikan tidak pernah lepas dari peran pejabat setempat. Seperti yang dilakukan Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa yang telah memback up TKA China, menyinggung janji yang diucapkan oleh Luhut kepada dirinya. Menurutnya, Luhut menjanjikan bantuan terkait kedatangan TKA China. (TribunKaltim.co 20/4/2020)

Inilah kebobrokan dalam sistem ini, yang merupakan bagian dari wajah pemerintahan demokrasi. Investasi asing faktanya telah mencengkeram seluruh negeri. Negeri kaya sumber daya alam ini, dikuasai oleh keserakahan oligarki.
Hal ini semakin nyata praktik neoliberalisme mencengkeram  nafkah yang seharusnya dimiliki anak bangsa dalam negeri ini. Investasi asing niscaya menjadi invasi asing.

Pemilik Investasi asing juga sepaket menyertakan tenaga kerjanya (tenaga kerja asing), hal ini makin menunjukkan betapa lemahnya negosiasi pemerintah. Semestinya pemerintah memiliki nilai tawar tinggi dalam negosiasi investasi ini.
Sejatinya Investasi boleh saja dilakukan asalkan yang dikelola adalah industri kepemilikan individu bukan industri yang mengelola kepemilikan umum, seperti barang tambang dan lain sebagainya. Terlebih, jika hal itu mampu menyerap tenaga kerja lokal seluas-luasnya, maka masih bisa dipertimbangkan keberadaannya.

Berbeda sekali dengan sistem Islam yang telah dicontohkan oleh Rasul SAW, seperti dalam sabdanya: “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya". (HR Muslim dan Ahmad). Hal inilah yang dijadikan pijakan oleh setiap Khalifah dalam sistem Islam saat mengambil kebijakan publik.
Khalifah adalah sosok penguasa yang bertakwa kepada Allah SWT. Mengurusi urusan umat dengan penuh keimanan, karena setiap kepengurusannya akan dimintai pertanggungjawaban. Mengurusi umat orientasinya adalah akhirat. Sehingga bersungguh-sungguh dalam mengurusi seluruh urusan rakyatnya.

Khalifah memiliki tugas sebagai raa’iin (pengatur dan pemelihara) serta junnah (pelindung). Khalifah memiliki kebijakan yang terintegrasi antar departemen pusat ataupun daerah. Khalifah memiliki  pejabat yang membantu tugas-tugasnya. Memangkas birokrasi yang rumit, menempatkan para pejabat yang amanah agar urusan rakyat mudah dan tidak berbelit-belit. Semua dilakukan hanya untuk kemaslahatan rakyat.

Jika ada pejabat yang melakukan kelalaian sehingga rakyat terzalimi, khilafah juga menyediakan mekanisme penanganannya. Yakni dengan adanya struktur peradilan, dengan seorang hakim (qadhi) khusus yang disebut qadhi mazhalim, yang diangkat untuk menghilangkan segala bentuk kezaliman yang terjadi dari negara terhadap rakyat yang hidup di bawah kekuasaan negara, baik ia berstatus warga negara maupun yang bukan, dan juga ketika kezaliman itu berasal dari tindakan Khalifah, penguasa selain Khalifah, dan juga pegawai negeri.

Sudah saatnya kita mencoba sistem buatan Allah. Hukum-hukumnya bersumber dari Alquran dan As-Sunnah. Penguasanya bertaqwa kepada Allah karena amanah pemerintahanan yang diemban adalah pertanggungjawaban yang berat di hadapan Allah. Wallahu' alam Bissawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama