Menyelamatkan Martabat Umat dari Kubangan Demokrasi



Oeh: Yuyun Rumiwati
(Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)

Ribut dan lobi kursi masih belum berhenti. Belum reda ribut jatah kursi menteri. Kini berlanjut ribut kursi Ketua MPR RI. Saling incar di elit politik pun terjadi,  diantara partai Koalisi Kerja Indonesia,  antara Ketua PKB dan Nasdem pun saling sindir.  Sedang Gerinda pun merasa layak dengan jabatan ketua MPR RI.

Jika melihat tabiat Demokrasi drama rebut dan ribut kursi terasa biasa. Dari Pemilu ke Pemilu juga sama. Namun bedanya di era milenial saat ini rakyat lebih tahu secara telanjang drama tersebut.

Akankah sistem Demokrasi akan terus merusak ketahanan tubuh umat?  Sedang Allah telah memberi kabel Khoiru Ummah "umat terbaik" Qs. Ali Imron 110. Sedang faktanya saat ini kondisi umat  bertolak 180 derajat dari label tersebut.

Dalam Islam politik adalah pengurusan umat dengan syariat.  Dengan fungsi partai adalah kiyan fikr atau menjaga pemikiran umat agar tetap dalam koridor Islam dan fungsi muhasabah lil hukmi. Sehingga dakwah untuk pencerdasan umat dan amar ma'ruf nahi munkar menjadi aktifitas utama parpol dalam sistem khilafah. Bukan alat jarah jabatan dan kekuasaan seperi politik demokrasi.

Kekuasaan adalah amanat yang berat bahkan Rasulullah mengingatkan agar tidak meminta jabatan terlebih bagi mereka yang tidak berkasih-kasihan (lemah).  Karena jabatan yang diminta atau dikejar bisa membawa fitnah.  Beda jika amanat tersebut diberikan akan ringan dalam penjalanan.

Tentang pengangkatan para wazir (menteri)  dalam kewenangan khalifah.  Namun,  posisi menteri dalam khilafah bukanlah jabatan penguasa seperti di era demokrasi.  Tapi sifatnya adalah dewan bagian yang mengurusi bidang tertentu.  Dan wewenang kekuasaan dan kebijakan berada di khalifah.

Mekanisme di atas akan mengurangi perebutan kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang. Terlebih asas penunjukan adalah asas kaafa'ah (kemampuan)  dan kualitas iman pun diperhatikan karena menyangkut aspek keamanahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.   Jelas dari asas dan mekanisnya berbeda dengan sistem Demokrasi.

Adapun jabatan majelis umat sebagai representasi perwakilan umat. Yang bertugas muhasabah dan memberi masukan pada khalifah.  Di ambil dari orang-orang yang terpilih oleh rakyat.  Dengan kapasitas yang sudah diketahui oleh umat yang mewakilkan. Anggota Majelis umat pun boleh dari perwakilan nin muslim.  Dengan wewenang non muslim berhak memberi masukan dan kritik dalam kebijakan yang sifatnya teknik dan umum terkait kemaslahatan umat bukan dalam masalah syar'i. Karena masalah hukum syariat diluar kapasitas mereka sebagai orang nin muslim yang tidak mengimani Islam.

Dalam sistem Islan tidak ada cerita anggota Majelis umat yang tidak dikenal kapasitasnya seperti para caleg di sistem Demokrasi. Yang rakyat dibuat bingung milih caleg dengan jumlah "seambreg" tanpa dikenal kapasitasnya dalam mewakili urusan mereka. Sudah saatnya umat ke luar dari jebakan sistem demokrasi yang menghinakan harga diri dan keimanannya.  Dan kembali pada sistem Iskam yang bermartabat dan mengangkat martabat umat di dunia akhirat.  Allahu a'lam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama