Oleh: Anik Handono
Muslimahvoice.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, agama, khususnya Islam, dapat menerima sistem politik dan pemerintahan apapun, termasuk demokrasi. Hal ini disampaikan saat beliau menjadi keynote speaker dalam webinar Tadarus Demokrasi seasion I, bertema Relasi Agama dan Demokrasi, yang diselenggarakan oleh MMD Initiative, di Jakarta, Sabtu (17/4/2021).
"Agama itu peraturan dan normanya, prinsipnya datang vertikal dari Tuhan. Pedoman hidup manusia. Wahyu Tuhan yang wajib diikuti sesuai keyakinan. Sementara demokrasi hanya model dan sistem di dalam bernegara. Normanya lahir secara horizontal”. (tribunnews.com)
Meski berbeda sumbernya, agama bisa menerima sistem politik dan sistem bernegara jenis apapun. Baik demokrasi, kerajaan, monarki, otokrasi, teokrasi, dan sistem apapun saja. Sebab pada pinsipnya agama bersifat netral.
Pernyataan tersebut sesungguhnya makin menyesatkan dan menampakkan bahwa hipokrisi agama selaras dengan demokrasi.
Jika agama menerima sistem politik apapun,mengapa tidak menguji kelayakan sistem Islam/khilafah?
Bahkan nampak alergi, terus menyerang serta menyesatkan informasi tentang sistem khilafah. Padahal sejatinya sistem khilafah dan demokrasi bertentangan jauh sejak awal mula kelahirannya.
Sistem Islam bersumber dari Sang Pencipta, panduannya berasal dari Kitabullah dan Sunnah. Kedaulatan berada pada syara.
Adapun kekuasaan pada Islam bukanlah sekadar mendudukkan muslim untuk berkuasa tetapi untuk menerapkan seluruh syariah dalam negara.
Sebaliknya demokrasi lahir dari rahim sekulerisme. Suatu cara pandang yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Kedaulatan ditangan rakyat meski faktanya kedaulatan ada pada segelintir orang, para pemilik modal.
Ide pokok demokrasi adalah kebebasan. Kebebasan yang merupakan sikap merdeka dari tekanan apapun, misalnya: kebebasan beragama,berpendapat, bertingkah laku dan kepemilikan. Jelas berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan hukum syara sebagai tolok ukur perbuatan manusia.
Demokrasi dengan sistem Islam ibarat air dengan minyak. Keduanya tak mungkin bersatu.
Demokrasi menyerahkan hak membuat hukum kepada manusia sementara dalam Islam hak membuat hukum adalah milik Allah SWT. Tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۚ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus. [QS. Yusuf: 40].[]