Problematika PJJ, Menuai Kontroversi

 



Oleh : Rengga Lutfiyanti

Mahasiswi dan Pegiat Literasi


Muslimah-voice.com - PJJ. Dunia pendidikan kembali menjadi perbincangan publik, setelah berita tentang meninggalnya siswa Mts di Tarakan, Kalimantan Utara mencuat ke publik. Diduga, meninggalnya siswa tersebut karena tugas yang menumpuk saat sekolah daring. Menurut KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menuturkan, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) oleh sekolah di masa pandemi kembali memicu depresi dan membuat siswa nekat bunuh diri. (newsmaker.tribunnews.com, 30/10/2020)


Ternyata kasus meninggalnya siswa di Tarakan, Kalimantam Timur bukanlah yang pertama. Kasus tersebut, merupakan kasus ketiga selama PJJ dijalankan. Sebelumnya, anak berusia 8 tahun di Lebak, Banten meninggal karena disiksa orang tuanya karena stres tidak bisa mendampingi sang anak belajar online. Kemudian, anak berusia 16 tahun di Gowa, Sulawesi Selatan yang bunuh diri dengan menenggak racun, yang diduga karena stres terlalu banyak tugas saat belajar online. (suara.com, 1/11/2020)


PJJ yang telah berlangsung selama kurang lebih tujuh bulan, nyatanya telah menimbulkan banyak problematika. Bahkan yang paling fatal telah memakan korban jiwa. Bukan hanya masalah pulsa atau kuota internet, tetapi sulitnya akses internet di kampung juga menjadi problem dalam PJJ. Sehingga, bantuan kuota pun menjadi tidak berguna. Menurut, Retno Listyarti, Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), di wilayah Banten hanya 30 persen yang bisa mendapat sinyal. Sementara yang 70 persen tidak mendapat sinyal dan PJJ masih diberlakukan. (kompas.com, 25/10/2020)


Sulitnya sinyal inilah yang kemudian mengakibatkan tugas-tugas daring menumpuk. Sehingga menimbulkan depresi, tidak hanya siswa tetapi juga orang tua dan guru. Dalam pelaksanaan PJJ, yang dibutuhkan bukan hanya bantuan pulsa atau kuota. Namun, yang dibutuhkan adalah kesiapan sistem mulai infrastruktur seperti jaringan internet, fasilitas gawai, kuota internet, seperangkat progam pengajaran yang tepat di masa pandemi, hingga kesiapan SDM guru yang mengawal proses PJJ. Tentu saja semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 


Diterapkannya sistem kapitalisme, telah membuat penguasa bukan sebagai periayah (bertanggung jawab penuh) terhadap warga negaranya. Sehingga, membuat negara setengah hati dalam memenuhi semua pelayanan penunjang pembelajaran. Bahkan, tidak jarang dalam memberikan solusi selalu menggandeng pihak swasta yang notabene akan selalu mengambil untung. Karena memang landasan pemikiran dari sistem kapitalisme adalah memperoleh keuntunggan sebesar-besarnya. 


Lalu bagaimana dengan sistem Islam?


Tentu hal demikian tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Hal ini karena, pemimpin dalam sistem Islam menepatkan dirinya sebagai periayah bagi warga negaranya. Sebagaimana dalam hadis dikatakan bahwa, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)


Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan dasar publik. Oleh karena itu, negara wajib memberikan jaminan secara langsung agar warga negara dapat mengakses kebutuhan tersebut. Jaminan ini akan diberikan oleh negara secara mutlak. Artinya, negara wajib untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Misalnya, hal yang berkenaan dengan kurikulum, akreditasi, gaji guru, metode pengajaran dan bahan-bahan pengajaran, serta menjamin pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah dan gratis. 


Jikalaupun harus daring, maka negara akan menyediakan sarana dan prasarana penunjang seperti membangun jaringan internet di seluruh pelosok negeri, pengadaan kuota gratis bagi peserta didik dan guru, serta mengadakan pelatihan bagi para pengajar untuk mengawal proses PJJ. Seluruh pembiayaan pendidikan seluruhnya berasal dari negara yaitu dari Baitul Mal. 


Baitul Mal ini berasal dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Seluruh pemasukan negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai’ dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Biaya pendidikan dari Baitul Mal dibelanjakan untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Serta untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan lain-lain. 


Inilah jaminan pendidikan dalam sistem Islam. Namun, jaminan-jaminan tersebut hanya bisa terwujud jika negara menerapkan Islam dalam seluruh aspek seperti ekonomi, politik, hukum, dan lain-lain. Hanya Islamlah yang mampu untuk menjamin kesejahteraan dan kemaslahatan bagi umat. 


Wallahu a'lam bishawwab.[]

#PJJ

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم