Bukannya Hentikan Persekusi, kok Malah Diapresiasi



Oleh Inis Kuswati S.Pd


Beberapa waktu yang lalu sempat viral video anggota DPRD dan beberapa anggota ormas mendatangi seorang Kiai di Pasuruan. Video tersebut mempertontonkan sikap pongah anggota dewan dengan menunjuk-nunjuk Kiai dan meminta pengakuan bahkan mengancamnya. Dia melihat ada hubungan Kiai itu dengan HTI dan ide Khilafah yang diembannya. Tidak hanya itu dia juga mempermasalahkan aktivitas sang Kiai yang diklaim meresahkan masyarakat. Sangat disayangkan, cara-cara yang ditempuh bukan mengedepankan diskusi, namun lebih ke intimidasi, juga persekusi. 


Karena sempat viral, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat lewat Wakil Sekjen MUI, Nadjamuddin Ramli mengingatkan kepada Banser untuk menjaga adab terhadap ulama. “Adinda tidak boleh seperti itu. Membentak-bentak Kiai itu. Bahkan polisi pun tidak boleh melakukan. Jadi ada adab. Tidak boleh anak-anak muda melakukan seperti itu kepada orang tua, apalagi kepada Kiai. Anda sok kuasa, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Di negeri ini ada piranti hukum, ada kekuasaan Yudikatif yang perlu kita hormati,” kata Wakil Sekjen MUI di acara Kabar Petang TvOne, (22/8/2020).


Kiai Najmudin Ramli dalam acara di TvOne ini juga menandaskan bahwa Khilafah itu bagian dari ajaran Islam. Pasca wafatnya Rasulullah saw., kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin. Kemudian dilanjutkan oleh Khilafah Umayyah dan Abbasiyah dan yang terakhir Ottoman di Turki. Sehingga, tak tepat jika menentang ajaran Islam dengan cara persekusi. Karena yang harus dikedepankan sebagai seorang muslim, yakni melakukan tabayyun.


Lain lagi tanggapan yang muncul dari menteri Agama. Ia mengatakan tindakan persekusi yang sewenang-wenang ini sebagai tabayyun. "Saya memberi apresiasi atas langkah tabayyun yang dilakukan oleh Banser PC Ansor Bangil yang mengedepankan cara-cara damai dalam menyikapi gesekan yang terjadi di masyarakat terkait masalah keagamaan,” kata Menteri Agama Fachrul Razi di Jakarta, Sabtu (22/08/2020) dalam siaran pers Kemenag. (Hidayatullah.com).


Sementara itu, Sekretaris Umum MUI Jawa Timur Ustaz Ainul Yaqin menyayangkan tindakan Banser Ansor Bangil yang ngeluruk yayasan atas dugaan penyebaran “Khilafah” tersebut. “Tentu kami menyayangkan karena di Perpu No 2 tahun 2017 yang disahkan dengan UU 16 tahun 2017, ormas juga tidak diperbolehkan melakukan perbuatan yang itu menjadi wewenang aparat,” ujar Ainul Yaqin kepada hidayatullah.com, Selasa (25/08/2020) saat dimintai tanggapannya. 


Jika ada indikasi pelanggaran, lanjut Ainul Yaqin, tidak boleh bertindak sendiri, seperti mengintimidasi dan sebagainya. “Si oknum ini kan merasa menemukan indikasi seseorang melanggar perpu yang sama, tapi dia tidak punya kewenangan menindak, laporkan ke aparat mestinya begitu,” tambahnya. “Kami juga menyayangkan, yang begini kok diapresiasi,” sambungnya menanggapi pernyataan sikap Menag Fachrul. Senada dengan hal itu, tindakan main hakim sendiri dengan "grudug" saudara sesama muslim sangat tidak dibenarkan, karena bukannya malah memberikan rasa aman justru tambah meresahkan masyarakat.


Mekanisme Tabayyun dalam Islam

Tabayyun menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Hujurat [49] ayat 6 yang artinya: ”Jika ada seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian. Seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.”


Tabayyun merupakan salah satu tradisi umat Islam yang dapat dijadikan solusi untuk memecahkan masalah. Tradisi ini digunakan terutama untuk menyelesaikan masalah dalam masyarakat. Metode tabayyun digunakan untuk mengklarifikasi serta menganalisis masalah yang terjadi. Dengan harapan mendapatkan kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan masyarakat sekitarnya. (Wikipedia.org)


Jadi, tabayyun bukan persekusi yang cenderung main hakim sendiri dengan "gaya jumawa”. Namun memastikan berita dengan bijak. Sangat disayangkan dengan sikapnya Menteri Agama, yang seharusnya meluruskan cara teman-teman Banser Pasuruan tersebut. Bukan malah mengapresiasi tindakan mereka, sehingga iklim diskusi terbangun, dan tidak ada kesewenang-wenangan dalam aspek ini.


Bukankah Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” Jika saja pasal ini mau dilaksanakan dengan murni dan konsekuen maka tidak sepantasnya ada persekusi terhadap aktivitas penyampaian pendapat di publik. Apalagi kalau yang disampaikan adalah tentang Khilafah yang  merupakan bagian dari ajaran Islam. 

Indonesia mayoritas muslim, maka sangat wajar ada aktivitas dakwah dalam bentuk menyeru  kepada kebaikan (amar makruf) dan mencegah kemungkaran (nahi mungkar). Hal ini tidak bisa dipisahkan dengan umat Islam, maka ketika yang disampaikan adalah kebaikan Islam harusnya didukung, dibantu dan difasilitasi dengan baik, bukan malah dipersekusi. Senada dengan hal tersebut, Ustaz Ismail Yusanto alam program Kabar Malam TvOne (25/8/2020) menyampaikan, tidak selayaknya bagi seorang muslim menghalangi dakwah saudaranya yang lain.


Khilafah itu bagian dari ajaran Islam yang sangat jelas sebagaimana yang ada di dalam kitab fikih yang diajarkan di Madrasah Aliyah, sampai akhirnya digeser kepada materi tarikh, di sana dikatakan fardu kifayah. Jadi siapa saja yang mengatakan bahwa Khilafah itu sesat, Khilafah itu bukan ajaran Islam, dia akan berhadapan dengan pemilik ajaran itu, Allah Swt. (Ismail Yusanto, TvOne, 25/8/20). Jadi, ini murni dorongan dakwah kepada sesama muslim, tanpa paksaan dan kekerasan.


Berbanding terbalik dengan ajaran Islam tentang Khilafah. Tahun lalu kita disuguhi dengan wacana diperbolehkannya mahasiswa mengkaji marxisme yang jelas-jelas berbahaya bagi Indonesia. Bahkan, jika ada mahasiswa yang ingin melakukan kajian terkait Lesbian, Gay, Transgender, dan Biseksual (LGBT) dipersilakan oleh Menristekdikti, Mohammad Nasir, (tirto.id, 26/7/2020). 


Bukankah kita melihat ada ketidakadilan di sini? Marxisme dan LGBT yang jelas-jelas jadi racun yang mematikan, disuguhkan ke tengah-tengah masyarakat tanpa ada filterisasi. Jelas hal ini akan mengundang kebahayaan. Apatah lagi jika tak ada benteng akidah yang kuat. Maka, kerusakan generasi bangsa sudah di depan mata. 


Ironis, kerusakan begitu dengan mudah difasilitasi di negeri ini. Sementara kebaikan yang sesuai syariat Islam malah dicurigai bahkan dipersekusi. Apa ini hipokritnya demokrasi? Aktivitas kebaikan dibungkam sementara kemaksiatan justru difasilitasi dan diapresiasi. Lantas, bagaimana nasib anak negeri ini? Jika kegilaan diteruskan melenggang di negeri ini. Wallahu a’lam bi ash-shawab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم