Penulis : Heni Satika
(Praktisi Pendidikan)
Menyebutkan Kota Tulungagung, maka secara otomatis langsung terlintas sebagai kota yang dulu mendunia dengan julukan kota marmer. Kualitas marmernya terbaik bukan hanya di nasional tapi sudah internasional. Penghargaan Adipura yakni kota bersih nan elok pun kerap diraih. Itu dulu!
Sayangnya, Tulungagung di masa kini kian menunjukkan wajah muramnya. Apa pasal ? Bisa kita tengok beberapa fakta menyedihkan berikut ini :
1. Angka HIV/Aids di tahun 2019 sudah menembus angka 265 kasus. Per bulan rata-rata 20 kasus HIV/Aids. 95% berasal dari seks bebas.
2. Lebih fantastis lagi angka LSL (lelaki penyuka lelaki) mencapai 400 lebih kasus. Setelah ditangkapnya ketua gay Tulungagung, membuat data tersebut akan lebih besar lagi.
3. Angka perceraian di Tulungagung termasuk tertinggi di Jawa Timur.
4. Ada ribuan warkop dan cafe di Tulungagung. Maka beralih julukan Tulungagung dari kota marmer menjadi kota 1.000 cafe. Bangga atau cemaskah kita?
Dengan melihat beberapa fakta buram tersebut, semestinya mendorong pemerintah kabupaten untuk mencari sebab terjadinya aneka permasalahan tersebut. Sehingga solusi yang tepat bisa ditemukan untuk membawa perbaikan pada wajah Tulungagung.
Apabila diamati, maka penyebab terjadinya fakta-fakta buram tersebut di antaranya sebagai berikut :
1. Perekonomian yang sulit, mencari kerja amat susah. Sehingga mendorong orang untuk pergi ke luar negeri. TKW penyumbang angka perceraian dan selingkuh terbesar.
2. Ketiadaan orang tua menjadi salah satu sebab kenakalan remaja. Rata-rata anak "nakal" karena orangtuanya menjadi TKW/TKI
3. Ada fenomena yang tidak kalah bikin shock. Ternyata anak dari keluarga baik-baik juga ada yang "nakal".
Lalu dimana masalah sebenarnya ? Ketika sebuah masalah menjadi trending topik dan menggejala secara luas, maka patut kita tanyakan penyebab sebenarnya. Tidak mungkin masalah yang fenomenal terjadi karena kesalahan individu saja. Artinya pasti ada by design yang menciptakan situasi ini. Tidak mungkin perubahan gaya hidup, cara pandang itu kesalahan personal saja. Artinya yang membuat lingkungan seperti ini ada yang merencanakan.
Sebagai contoh, tahun 1970 an pacaran masih dianggap tabu. Tapi tahun 2000 an tidak pacaran malah tabu. Perubahan opini seperti ini bukan alami tapi be create. Masalahnya kok bisa terjadi seperti itu ?
Mengurai Benang Kusut
Manusia bertindak karena dipengaruhi oleh pola fikirnya. Jika muslim bertindak sesuai Al Quran seharusnya halal haram menjadi standar. Masalahnya, kalau orangnya kapitalis akan bertindak dengan menjadikan manfaat jadi ukuran.
Kapitalisme menjadikan 4 kebebasan sebagai dasar perjalanannya. Kebebasan bertingkah laku, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berakidah.
Dengan ciri tersebut maka otomatis menjadi jelas siapa biang kerok dari permasalahan suramnya wajah Tulungagung.
Ternyata lingkungan kita sudah terjangkiti virus pemikiran Kapitalisme. Sehingga walaupun sosoknya muslim namun cara berfikir dan bersikapnya Kapitalisme.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut maka Islamlah solusi yang tepat. Yakni dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kenalilah Islam dengan mengkajinya secara komprehensif
2. Campakkan semua paham yang bermuara pada 4 kebebasan tadi
3. Mulai sekarang jangan ditunda.
Bersegeralah melakukan perbuatan baik, karena akan terjadi fitnah laksana sepotong malam yang gelap. (HR. Muslim)