Endah Sulistiowati
Dir. Muslimah Voice
Papua kembali bergolak. Aksi itu merupakan luapan kemarahan masyarakat atas dugaan diskriminasi dan praktik rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang yang terjadi sebelumnya. Berawal dari video yang viral di sosmed yang menampilkan situasi ketika mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya didatangi sekelompok ormas, personel Polri dan TNI terkait dugaan penghinaan bendera merah putih, Jumat (16/8/2019) lalu.
Sebenarnya, kasus mahasiswa itu hanyalah puncak dari gunung es saja. Konflik Papua ini adalah konflik yang terus berulang, dan sengaja dipelihara untuk setiap saat jika ada perlu bisa dimainkan. Kenapa penulis menyampaikan konflik ini "sengaja dipelihara"? Karena tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik di Papua, baik masalah dengan OPM ataupun konflik horisontal masyarakat.
Ada banyak versi kenapa konflik Papua ini seperti tidak berujung, sebagaimana konflik Israel-Palestina. Pertama, adanya dua kepentingan politik-ekonomi di Papua dari Kapitalisme Barat yang diwakili AS dan Kapitalisme Timur yang diwakili Cina. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa bumi Papua mengandung SDA yang sangat banyak. Ditambah lagi kurang paham dan sigapnya pemerintah menangani masalah Papua, bahkan hanya menganggap enteng saja.
Kedua, konflik Papua terjadi karena dibukanya kran industrialisasi yang tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Papua sehingga menimbulkan jurang kesenjangan sosial yang tinggi antara si miskin dan si kaya. Bahkan setelah program Kebijakan ke Arah Timur itu masa Orde Baru , sejumlah pelaku industri mulai berbondong-bondong untuk mencari keuntungan di Papua. Perusahaan-perusahaan di bidang perkayuan, perikanan, pertanian, dan pertambangan mulai banyak menyerbu Papua karena potensi sumber daya alam yang menjanjikan. Namun sayangnya eksplorasi dan eksploitasi menyisakan banyak kerusakan alam di Papua, bahkan menggeser dan mengambil alih mata pencaharian penduduk setempat. Pantai di Papua Barat menjadi saksi kerusakan akibat modernisasi perikanan, Sentani menjadi korban akibat kerusakan hutan. Dan masih banyak yang lainnya.
Menurut Guru Besar Sosiologi dari Universitas Airlangga, Prof Bagong Suyanto menuturkan, masyarakat Papua rentan terprovokasi dan cenderung mudah menggelar aksi massa karena adanya industrialisasi dan perubahan sosial di Papua. Dia mengatakan, industrialisasi dan perubahan sosial di kawasan Papua sebetulnya tidak hanya terjadi setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus di Papua. "Di era Orde Baru, ketika pemerintah mencanangkan program yang disebut 'Kebijakan ke Arah Timur', yang bertujuan mendorong investasi di wilayah Indonesia bagian timur, sejak itu pula arus investasi yang masuk ke wilayah Papua mulai meningkat pesat," ujar Bagong kepada Kompas.com, Rabu (21/8/2019).
Demikian juga apa yang disampaikan gubernur Papua Lukas Enembe di acara Mata Najwa (22/08/2019), "Orang Papua butuh kehidupan bukan pembangunan. Orang Papua tidak pernah lewat jalan yang dibangun, mereka tidak punya apa-apa. Mereka butuh kehidupan". Kalau ingin dan mau membuka fakta di Papua banyak hal yang bisa membuka mata hati kita, bahwa rakyat Papua kaya tapi hidup jauh dari kata sejahtera.
Sehingga kondisi sosial-ekonomi yang ada, digoyang sedikit dengan isu SARA dan perpolitikan nasional yang tidak stabil ditambah sejarah masuknya Papua ke Indonesia, menjadi hal yang alami jika ada bagian dari rakyat Papua menginginkan merdeka. Terus apa lantas hal ini harus dipenuhi pemerintah Indonesia? Padahal di luar sana tangan-tangan asing yang ganas siap menancapkan kukunya, dengan cengkraman yang tajam. Yang akan terus memelihara kemiskinan rakyat Papua, karena tidak ada kesejahteraan yang bisa diharapkan dari penjajah. Sebagaimana Indonesia yang terjajah secara ekonomi.
/Khilafah Untuk Papua/
Khilafah menjadi satu dari beberapa hal yang fenomenal di Indonesia, terlepas dari pro kontra tentang Khilafah. Sepemahaman penulis, Khilafah sebagai sebuah sistem pemerintahan Islam yang akan menjadi naungan tempat berlindung setiap rakyatnya baik muslim maupun non-militer muslim. Khalifah sebagai pemimpin umat Islam tidak akan membiarkan satu wilayah pun terlepas dari ke-Khilafahan. Khalifah membayarnya dengan konsekuensi seluruh wilayah mendapatkan kesejahteraan dan kesempatan hidup serta hak yang sama
Kita ambil contoh pada masa ke-Khalifahan Bani Umayyah, khalifah yang paling terkenal kesuksesannya dalam melakukan pemerataan kesejahteraan adalah Umar bin Abdul Aziz. Ketika diangkat menjadi khalifah, Umar serta-merta menyerahkan harta kekayaan pribadi dan keluarga yang dia peroleh secara 'tidak wajar' (misalnya, hadiah penguasa) kepada baitul mal.
Umar naik takhta ketika kondisi kesejahteraan umat tidak stabil. Karena itu, Umar bin Abdul Aziz lebih memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Ia melakukan perbaikan dan peningkatan kesejahteraan di kawasan Islam, alih-alih melakukan perluasan wilayah.
Umar juga membuat aturan takaran dan timbangan untuk meminimalisasi kecurangan serta mengurangi beban pajak. Umar bin Abdul Aziz mereformasi sistem perpajakan supaya tagihan pajak kepada rakyat kecil tidak terlalu tinggi.
Di sisi lain, ia memberikan hukuman kepada pejabat yang berlaku tidak adil. Dalam bidang pertanian, Umar bin Abdul Aziz melarang penguasaan lahan oleh salah satu pihak. Ia mengatur sewa tanah sesuai dengan tingkat kesejahteraan petani.
Adiwarman Azwar Karim dalam Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam menjelaskan, pengalokasian subsidi kepada masyarakat berdaya beli rendah sebagai tujuan distribusi zakat terus ditingkatkan pada masa Umar.
"Umar menyadari bahwa zakat merupakan sebuah instrumen pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan /(growth dan equity)," kata Adiwarman. Untuk mewujudkan kesejahteraan negara, Umar menjadikan jaminan sosial sebagai landasan utama. Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, tidak ada satu orang pun yang mau menerima zakat.
Di samping itu, lanjut Adiwarman, Umar menyadari pengelolaan anggaran merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang terpenting selain pajak. Tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijakan itu juga mengurangi penduduk miskin, menciptakan stabilitas ekonomi, serta meningkatkan pendapatan per kapita. Pengelolaan anggaran menopang tujuan utama pemerintahan negara Islam yang tak lain adalah kesejahteraan seluruh warga negara.
Sehingga ketika ke-Khilafahan tegak maka Khalifah tidak akan membiarkan Papua bergolak, demikian juga daerah-daerah yang lain. Khalifah akan benar-benar memperhatikan kondisi rakyatnya tanpa terkecuali. Dan yang pasti Khalifah tidak akan pernah membiarkan Asing turut campur urusan dalam negeri Khilafah, sehingga warga negara daulah Islam akan terlindungi dari rongrongan Asing ataupun Aseng. Wallahu'alam. []